hanafie - In Memoriam ; Perginya Pejuang Pemberantas Korupsi Riau
“Dimana peran Umat Islam atau organisasi-organisasi Islam dalam memerangi Korupsi? Karena bagaimanapun juga penduduk bangsa ini mayoritas menganut agama Islam. Lebih-lebih di Propinsi Riau, yang menjadikan Islam sebagai identitas kemelayuan. Oleh sebab itu perlu “penyadaran” umat, bukan “hukuman penjara”. Karena hukuman penjara terkadang tidak seimbang dengan ongkos atau biaya yang mereka curi dari Negara”
Itulah kira-kira, kata-kata yang sering diungkapkan oleh almarhum Nurcahyadi, SPd, Direktur Transparansi Internasional Indonesia Riau, dalam perjaungannya memberantas korupsi di Bumi Lancangkuning ini. sebuah perjuangan yang tidak saja sangat melelahkan, ketika budaya laten korupsi, sudah mengakar begitu kuatnya di negeri tercinta ini, tetapi juga harus siap menjadi sasaran “makian” dan “kebencian” dari orang-orang yang merasa terusik dengan perjuangan ini. Ungkapan tersebut juga pernah ia lontarkan pada Diskusi Terbatas yang di selenggarakan oleh Institut Kajian Islam dan Melayu Riau (IKLIM) pada bulan Ramadhan yang lalu, dengan maenstrim persoalan seputar Islam dan Pemberantasan Korupsi.
Pejuang pemberantas korupsi itu akhirnya telah pergi pada tanggal 27 Januari 2007 pukul 11.30 WIB. Dalam pencariannya yang penuh haru untuk membangun sebuah tradisi yang anti korupsi, akhirnya ia dipanggil oleh Yang Maha Kuasa dengan segera, tanpa disengaja saat sebuah mobil menabraknya di Simpang Tiga Panam.
Kepada kita, Yadi (panggilan pendeknya) mewariskan sekumpulan catatan tentang bagaimana budaya laten korupsi yang tidak pernah ada “titik” akhir. Terkadang ia juga mengalami pergolakan batin, sebuah kegelisahan sebagai seorang aktivis yang nasibnya tak kunjung cerah, dan terutama gelisah sebagai seorang manusia yang rindu akan Kebenaran.
Sebagaimana ungkapannya diawal tulisan ini, Yadi sepertinya sedang kecewa dengan Umat Islam yang ada di Negeri ini. Menurutnya, antara cita dan kenyataan masih jauh jaraknya. Dalam pandangan Yadi, Umat Islam telah kehilangan daya serap dalam masalah-masalah dunia. Umat Islam yang menjadi agama terbesar di negeri ini, ternyata terbawa arus praktik korupsi. Ukuran-ukuran keshalehan umat Islam, hanya didasarkan pada praktik ritual semata. Ajarna-ajaran universal dari Islam tidak pernah menjadi inheren pada setiap prilakunya, sehingga banyak orang mendirikan sholat tapi ketika diajak korupsi ia tidak menolaknya, banyak umat Islam berpuasa tapi tidak pernah mampu meninggalkan tradisi korupsi. Kekecewaan Yadi juga diarahkan pada organisasi-organisasi Islam, seperti IKMI, MDI, NU, Muhamadiyah, dan oraganisasi-organisasi Islam lainnya, yang tidak mampu menunjukkan perannya yang signifikan atas pemberantasan korupsi.
***
Perjuangan gerakan dalam menggusur kekuasaan otoritatif rejim Suharto dan diskusi-diskusi seputar persoalan-pesoalan ketimpangan social, kemiskinan dan yang lainnya, telah mengantarkan Penulis untuk mengenal lebih dekat “sosok” almarhum. Polos, elegan, dan santun adalah sisi-sisi kepribadiannya yang tidak banyak dimiliki oleh beberapa aktivis di negeri ini. Keberhasilannya dalam meletakkan “dasar-dasar” perjuangan anti korupsi di Riau, mediator dalam membahas persoalan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 37 tahun 2006 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, juga sebagai “warga” Forum Komunikasi Masyarakat Riau, telah menempatkannya sebagai orang yang konsisten dalam “mengerem” laju Korupsi, tetapi sekaligus juga telah menisbikan anggapan bahwa masyarakat Riau adalah milik melayu dalam makna etnik, melainkan melayu dalam makna tradisi yang lebih universal.
Lepas dari semua atribut kehebatan itu, Yadi tetaplah seorang manusia yang tak luput dari keterbatasan. Obsesinya yang melangit, cita-citanya yang mengangkasa, seolah tidak berbanding lurus dengan kehidupan yang muncul di sekelilingnya ; Korupsi yang telah membudaya, sementara antrian orang-orang lemah semakin memanjang di demi mendapatkan beras murah, minyak murah, dan seterusnya.
Akhirul kalam, pergulatan Yadi yang tanpa lelah mengingatkan kita akan satu prinsip hidup mahapenting: kejujuran, (meminjam Pram dalam Bumi Manusia) sejak dalam pikiran. Ia sendiri telah mengamalkannya secara konsisten lewat praktek berpikir bebas. Ia emoh jadi orang munafik, sok suci dan semacamnya. Ia benci pada pikiran-pikiran munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran-pikiran yang pura-pura tidak tahu akan pikirannya sendiri. Dan ia juga sangat membenci prilaku-prilaku munafik, yaitu prilaku yang pura-pura tidak tahu dengan akibat dari prilakunya sendiri. Sebab hanya dengan kejujuran, dengan berpikir bebas, dengan prilaku yang bertanggungjawab, kita akan menemukan diri kita yang sebenarnya, menjadi sepenuh manusia, yang kreatif, yang Otentik. Dan dari sinilah sebenarnya kesadaran seseorang terhadap anti Korupsi bisa dimulai. Artinya, orang-orang seperti inilah yang tidak harus terperdaya oleh arus budaya korupsi.
Semoga perjuangan-mu, akan memberikan inspirasi bagi para tokoh Riau dan umat Islam untuk lebih arif dalam mensikapi persoalan korupsi ini. Semoga konsistensi perjuangan-mu ini, akan mengalirkan wewangian surgawi yang abadi, selamanya. Dan semoga Allah SWT. membuka kesadaran umat tentang Korupsi serta mengabulkan cita-cita yang telah kamu mulai ini. amin.
Today, there have been 1 visitors (1 hits) on this page!